Politik Santri: Dualisme Fungsi Santri
Sobat semua El punya wacana bagus nih yang bersumber dari miqra indonesia tentang fungsi santri dalamkancah dunia perpolitikan. Silahkan teman-teman beri komentar tentang wacana di bawah ini:
Keikutsertaan santri dalam ranah politik di Indonesia merupakan perbincangan yang tidak asing lagi. Keikutsertaan Abdurrahman Wahid, Shalahuddin Wahid, Hasyim Muzadi, Hidayat Nur Wahid dan "santri-santri" lainnya dalam upaya pembangunan moralitas bangsa cukup menjadi sorotan dari para pengamat politik. Terkadang, "permainan" politik yang dimainkan oleh para santri tersebut melebihi "permainan" politik yang dimainkan oleh para praktisi hukum politik murni. Lantas, bagaimana sebenarnya fungsi santri dalam perspektif kebangsaan?
Selama ini, setidaknya ada dua fungsi yang dijalankan santri dalam usaha pembangunan bangsa. Pertama adalah, meminjam istilah Masdar Hilmi, "penjaga gawang" moral masyarakat Indonesia. Kedua adalah "pemain" dari perpolitikan itu sendiri. Disatu sisi, santri dituntut bersikap netral dengan menjadi "penjaga gawang" bagi kebobrokan moralitas para pengusaha, dan disisi lain, santri tergoda untuk turun "bermain dalam politik praktis itu sendiri.
Sikap pertama, yaitu menjadi "penjaga gawang" bagi moralitas bangsa menjadikan santri sebagai the loser, "batu loncatan", "pembantu" dibandingkan dengan praktisi politik. Sikap seperti ini, sering menggambarkan bahwa keterlibatan santri dalam perpolitikan masih dalam tahap pinggiran, belum mampu menerobos kedalam pusaran perpolitikan itu sendiri. Gambaran tentang ini, sering dianalogikan dengan unkapan bahwa "kaum santri sering menjadi pendorong mobil mogok. Apabila mobil itu sudah berjalan, mereka akan ditinggal begitu saja". Ironis sekali sekaligus menyedihkan.
Sebaliknya, sikap kedua yaitu menjadi "pemain" politik, menuntut kaum santri agar memiliki totalitas peran dalam politik sehingga dibutuhkan perkembangan karakter politik kaum santri yang relevan dengan tuntutan zaman melalui sebuah upaya redefinisi teologi politik santri. Artinya, perlu ditegaskan sajak awal sikap politik santri itu sendiri, apakah tetap berpijak pada standar moralitas kesantrian ataukan tidak sama sekali. Ini menjadi tugas berat bagi kaum santri itu sendiri.
Mari diskusikan bersama-sama. Ditunggu yah komentarnya.
Keikutsertaan santri dalam ranah politik di Indonesia merupakan perbincangan yang tidak asing lagi. Keikutsertaan Abdurrahman Wahid, Shalahuddin Wahid, Hasyim Muzadi, Hidayat Nur Wahid dan "santri-santri" lainnya dalam upaya pembangunan moralitas bangsa cukup menjadi sorotan dari para pengamat politik. Terkadang, "permainan" politik yang dimainkan oleh para santri tersebut melebihi "permainan" politik yang dimainkan oleh para praktisi hukum politik murni. Lantas, bagaimana sebenarnya fungsi santri dalam perspektif kebangsaan?
Selama ini, setidaknya ada dua fungsi yang dijalankan santri dalam usaha pembangunan bangsa. Pertama adalah, meminjam istilah Masdar Hilmi, "penjaga gawang" moral masyarakat Indonesia. Kedua adalah "pemain" dari perpolitikan itu sendiri. Disatu sisi, santri dituntut bersikap netral dengan menjadi "penjaga gawang" bagi kebobrokan moralitas para pengusaha, dan disisi lain, santri tergoda untuk turun "bermain dalam politik praktis itu sendiri.
Sikap pertama, yaitu menjadi "penjaga gawang" bagi moralitas bangsa menjadikan santri sebagai the loser, "batu loncatan", "pembantu" dibandingkan dengan praktisi politik. Sikap seperti ini, sering menggambarkan bahwa keterlibatan santri dalam perpolitikan masih dalam tahap pinggiran, belum mampu menerobos kedalam pusaran perpolitikan itu sendiri. Gambaran tentang ini, sering dianalogikan dengan unkapan bahwa "kaum santri sering menjadi pendorong mobil mogok. Apabila mobil itu sudah berjalan, mereka akan ditinggal begitu saja". Ironis sekali sekaligus menyedihkan.
Sebaliknya, sikap kedua yaitu menjadi "pemain" politik, menuntut kaum santri agar memiliki totalitas peran dalam politik sehingga dibutuhkan perkembangan karakter politik kaum santri yang relevan dengan tuntutan zaman melalui sebuah upaya redefinisi teologi politik santri. Artinya, perlu ditegaskan sajak awal sikap politik santri itu sendiri, apakah tetap berpijak pada standar moralitas kesantrian ataukan tidak sama sekali. Ini menjadi tugas berat bagi kaum santri itu sendiri.
Mari diskusikan bersama-sama. Ditunggu yah komentarnya.
Posting Komentar untuk "Politik Santri: Dualisme Fungsi Santri"
Leave your comment