Khutbah Jum'at: Mukjizat Mi’raj Tidak Berarti Allah di Atas
Sahabat Nabhan Arts, lama tak bersua kini mulai dari posting teks Khutbah Jum’at dengan judul: "Mukjizat Mi’raj Tidak Berarti Allah di Atas”
Khutbah I
اَلْحَمْدُ لِلهِ
الَّذِيْ وَفَّقَ مَنْ شَاءَ مِنْ خَلْقِهِ بِفَضْلِهِ وَكَرَمِهِ، وَخَذَلَ مَنْ
شَاءَ مِنْ خَلْقِهِ بِمَشِيْئَتِهِ وَعَدْلِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلٰهَ
إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَلَا شَبِيْهَ وَلَا مِثْلَ وَلَا
نِدَّ لَهُ، وَلَا حَدَّ وَلَا جُثَّةَ وَلَا أَعْضَاءَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ
سَيِّدَنَا وَحَبِيْبَنَا وَعَظِيْمَنَا وَقَائِدَنَا وَقُرَّةَ أَعْيُنِنَا مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، وَصَفِيُّهُ وَحَبِيْبُهُ. اَللهم صَلِّ وَسَلِّمْ
وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ، وَعَلَى آلِهِ
وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَّالَاهُ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ
الْقِيَامَةِ، وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ. أَمَّا بَعْدُ،
فَإِنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ
الْقَائِلِ فِيْ مُحْكَمِ كِتَابِهِ: مَا كَذَبَ الْفُؤَادُ مَا رَأَى (١١)
أَفَتُمَارُونَهُ عَلَى مَا يَرَى (١٢) وَلَقَدْ رَآهُ نَزْلَةً أُخْرَى (١٣) عِنْدَ
سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى (١٤) (النجم: ١١-١٤)
Ma’asyiral muslimin
rahimakumullah,
Mengawali
khutbah yang singkat ini, khatib berwasiat kepada kita semua, terutama kepada
diri khatib pribadi untuk senantiasa berusaha meningkatkan ketaqwaan dan
keimanan kita kepada Allah Subhanahu Wa ta’ala dengan menjalankan
semua kewajiban dan menjauhkan diri dari segala yang dilarang dan diharamkan.
Saudara-saudara
seiman, saat ini kita berada pada tanggal 25 Rajab 1445 H. Pada setiap bulan
Rajab, umat Islam di berbagai belahan dunia menyelenggarakan perayaan Isra’
Mi’raj. Sebuah peristiwa agung yang merupakan salah satu mukjizat yang Allah
anugerahkan kepada Baginda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Dari atas mimbar, pada kesempatan yang mulia ini, khatib akan
menyampaikan penjelasan dari para ulama Ahlussunnah wal Jama’ah seputar
Mukjizat Mi’raj dan bahwa mukjizat yang agung ini tidak menunjukkan Allah di
atas. Karena kesepakatan para ulama menyatakan bahwa Allah ada tanpa
membutuhkan kepada arah dan tempat, Allah ada tanpa tempat.
Hadirin yang dirahmati Allah
Mukjizat Isra’
telah disebutkan dalam Al-Qur’an secara tegas dan
eksplisit. Oleh karenanya, barangsiapa mengingkari Isra’, maka
ia telah mendustakan Al-Qur’an. Sedangkan Mi’raj, Al-Qur’an tidak menyebutkannya
secara sharih dan eksplisit, akan tetapi menyatakannya dengan
keterangan yang mendekati nash yang sharih (eksplisit). Allah Subhanahu
wa ta’ala berfirman:
مَا كَذَبَ الْفُؤَادُ
مَا رَأَى (١١) أَفَتُمَارُونَهُ عَلَى مَا يَرَى (١٢) وَلَقَدْ رَآهُ نَزْلَةً
أُخْرَى (١٣) عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى (١٤) (النجم: 11-14)
Maknanya: “Hatinya
tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya. Maka apakah kalian (musyrikin
Makkah) hendak membantahnya tentang apa yang telah dilihatnya? Dan sesungguhnya
Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang
lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha” (QS an-Najm: 11-14).
Oleh karena
itu, para ulama Ahlussunnah menyatakan: Barangsiapa mengingkari mukjizat Mi’raj
karena ketidaktahuannya tentang adanya Mi’raj dalam syara’, maka ia tidak
kafir, akan tetapi dihukumi fasiq. Karena Al-Qur’an tidak menyebutkan Mi’raj
secara eksplisit. Berbeda dengan Mukjizat Isra’ yang disebutkan secara
eksplisit. Sedangkan seseorang yang mengingkari Mi’raj dengan maksud menentang
ajaran agama, maka ia tidak lagi tergolong kaum muslimin.
Hadirin yang dirahmati Allah
Setelah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi imam shalat bagi
para nabi di Baitul Maqdis, maka Rasulullah dibawa naik ke
langit. Jibril pun meminta dibukakan pintu langit dan dikatakan
kepadanya: Siapa Anda? Jibril menjawab: Jibril. Ditanyakan: Siapa yang
bersamamu? Jibril menjawab: Muhammad. Ditanyakan lagi: Apakah ia telah diutus
untuk Mi’raj ke langit? Jibril menjawab: Iya, ia telah diutus untuk Mi’raj.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan
sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam hadits yang panjang: “Lalu
pintu langit pertama dibuka untuk kami. Ternyata sudah ada Nabi Adam di sana.
Ia pun menyambutku dan mendo’akan kebaikan untukku. Kemudian Jibril bersamaku
naik ke langit kedua, lalu ia meminta dibukakan pintu langit. Jibril ditanya:
Siapa Anda? Jibril menjawab: Jibril. Ditanya lagi: Siapa yang bersamamu? Jibril
menjawab: Muhammad. Ditanya lagi: Apa sudah saatnya Muhammad dimi’rajkan?
Jibril menjawab: Iya, sudah saatnya dimi’rajkan. Lalu pintu langit kedua dibuka
untuk kami. Ternyata sudah ada dua nabi bersaudara sepupu di sana, yaitu Isa
bin Maryam dan Yahya bin Zakariyya ‘alaihimassalam. Keduanya menyambutku
dan mendoakan kebaikan untukku.” Demikianlah, Nabi kita, Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam berpindah dari satu langit ke langit
berikutnya.
Di langit
ketiga, beliau bertemu dengan Nabi Yusuf ‘alaihissalam yang telah
dikaruniai ketampanan yang luar biasa. Di langit keempat, Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bertemu dengan Nabi
Idris ‘alaihissalam. Nabi Yusuf dan Nabi Idris ‘alaihimassalam juga mendo’akan
kebaikan untuk Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kemudian di langit kelima Nabi bertemu dengan Nabi Harun ‘alaihissalam, di
langit keenam bertemu dengan Nabi Musa ‘alaihissalam, dan di
langit ketujuh bertemu dengan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam yang
menyandarkan punggungnya ke al-Bait al-Ma’mur. Al-Bait
al-Ma’mur adalah bangunan yang mulia tempat thawaf bagi para malaikat yang
merupakan penghuni langit sebagaimana Ka’bah adalah tempat thawaf bagi para
penghuni bumi. Setiap harinya, al-Bait al-Ma’mur dimasuki oleh tujuh puluh ribu
malaikat untuk melakukan shalat di sana lalu keluar dan tidak kembali ke sana
selamanya. Begitu seterusnya sampai hari kiamat. Setelah itu Jibril
membawa Nabi naik hingga ke Sidratul Muntaha. Sidratul Muntaha adalah
sebuah pohon yang sangat besar nan indah menakjubkan, daun-daunnya lebar
seukuran telinga gajah dan buah-buahnya besar seperti qullah (gentong). Akarnya
berada di langit keenam dan menjulang tinggi sampai mencapai atas langit
ketujuh. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihatnya sewaktu
beliau berada di atas langit ketujuh. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam menceritakan: “Tidak seorang pun di antara makhluk
Allah yang mampu menyifati Sidratul Muntaha saking indahnya. Kemudian
Allah mewahyukan kepadaku beberapa hal: Allah wajibkan kepadaku 50 kali shalat
dalam sehari semalam, lalu aku turun menemui Nabi Musa. Ia bertanya: Apa yang
Allah wajibkan kepada ummatmu? Aku menjawab: 50 kali shalat.
Musa berkata: Kembalilah ke tempat yang di sana engkau menerima
wahyu dan berdoalah meminta keringanan kepada Allah, karena ummatmu tidak
akan mampu melakukannya, aku telah memiliki pengalaman dengan Bani
Israil tentang hal semacam ini.” Maka Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam kembali ke tempat semula dan meminta
keringanan kepada Allah seraya berkata:
يَا
رَبِّ خَفِّفْ عَلَى أُمَّتِي
“Ya
Allah berilah keringanan untuk ummatku.”
Nabi
bersabda: “Maka Allah mengurangi menjadi lima shalat. Lalu
aku kembali kepada Nabi Musa dan aku berkata: Allah mengurangi
menjadi lima shalat untukku. Musa berkata: Umatmu tidak akan
mampu melakukan itu, maka mintalah kembali kepada-Nya keringanan.” Maka Nabi
pun beberapa kali memohon keringanan kepada Allah hingga Allah mewahyukan
kepadanya kewajiban shalat lima kali sehari semalam. Setiap shalat terhitung
pahalanya seakan-akan sepuluh shalat, sehingga totalnya menjadi lima puluh
shalat. Allah juga mewahyukan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bahwa barangsiapa berkeinginan melakukan satu kebaikan lalu
tidak jadi mengerjakannya, maka dihitung satu kebaikan, dan jika dia
mengerjakannya dihitung sepuluh kebaikan. Dan barangsiapa berkeinginan
melakukan keburukan dan tidak mengerjakannya maka tidak dicatat sebagai
keburukan, jika dia mengerjakannya maka dihitung satu keburukan.
Saudara-saudara seiman
Para ulama
Ahlussunnah wal Jama’ah mengatakan bahwa maksud dan tujuan dari Mi’raj adalah
memuliakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan
memperlihatkan kepada beliau keajaiban-keajaiban di alam atas, seperti langit,
al-Bait al-Ma’mur, Sidratul Muntaha, ‘Arsy, surga dan lain-lain, dan
mengagungkan derajat beliau. Sangat penting ditegaskan bahwa peristiwa Mi’raj
tidak berarti sampainya Nabi ke sebuah tempat yang Allah berada di
sana. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah bertemu
dan berkumpul dengan Allah seperti bertemunya makhluk dengan makhluk,
karena Allah Mahasuci dari tempat, arah dan ruang. Allah bukan jism (sesuatu
yang memiliki panjang, lebar dan kedalaman) dan Allah tidak menyerupai
sesuatu pun di antara makhluk-Nya sebagaimana Allah subhanahu wa
ta’ala tegaskan:
لَيْسَ
كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ (الشورى: ١١)
Maknanya: “Tidak
ada sesuatu pun yang serupa dengan Allah, dan
Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS asy-Syura:
11).
Oleh
karenanya, jangan mempercayai sebagian buku yang menyampaikan cerita-cerita
dusta yang menyatakan bahwa Allah mendekat kepada Muhammad hingga berjarak satu
hasta atau bahkan lebih dekat. Kisah-kisah semacam ini sangat bertentangan
dengan aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah. Sedangkan ayat 8 dan 9
dari surat an-Najm:
ثُمَّ
دَنَا فَتَدَلَّى (٨) فَكَانَ قَابَ قَوْسَيْنِ أَوْ أَدْنَى (٩)
(النجم: ٨-٩)
Tidak boleh
dimaknai bahwa Allah-lah yang mendekat kepada Muhammad hingga jaraknya seukuran
dua busur panah atau lebih dekat. Makna ayat tersebut sebagaimana diriwayatkan
Imam Muslim dalam Shahih Muslim dari Sayyidah Aisyah radliyallahu
‘anha bahwa yang mendekat kepada Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam pada saat Mi’raj adalah Jibril, bukan Allah subhanahu
wa ta’ala. Kita tidak boleh menyifati Allah dengan sifat berjarak
dekat atau pun jauh, karena berjarak dengan sesuatu yang lain adalah termasuk
salah satu sifat makhluk yang menunjukkan tempat dan arah tertentu. Padahal
para ulama kita selalu menjelaskan bahwa Allah Mahasuci dari semua tempat dan
arah, berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin seperti ditegaskan oleh
Imam Abu Manshur al-Baghdadi dalam karyanya, al-Farq baina al-Firaq:
وَأَجْمَعُوْا
عَلَى أَنَّهُ لَا يَحْوِيْهِ مَكَانٌ
“Kaum
muslimin menyepakati bahwa Allah ta’ala tidak diliputi oleh tempat.”
Hadlratusy
Syaikh K.H. Muhammad Hasyim Asy’ari menegaskan dalam mukadimah
kitab at-Tanbihat al-Wajibat:
وَأَشْهَدُ
أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ الْمُنَـزَّهُ عَنِ
الْجِسْمِيَّةِ وَالْجِهَةِ وَالزَّمَانِ وَالْمَكَانِ
“Dan aku
bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang wajib disembah melainkan Allah semata,
tidak ada sekutu bagi-Nya. Dia Mahasuci dari berbentuk (berjisim), arah, masa
dan tempat.” Hadirin yang dirahmati Allah, Demikian khutbah yang
singkat ini. Mudah-mudahan dapat memperkokoh aqidah dan keimanan
kita. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.
جَعَلَنا
اللهُ وَإيَّاكم مِنَ الفَائِزِين الآمِنِين، وَأدْخَلَنَا وإِيَّاكم فِي
زُمْرَةِ عِبَادِهِ المُؤْمِنِيْنَ : أعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطانِ الرَّجِيمْ،
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمانِ الرَّحِيمْ: . وَالْعَصْرِ (١) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي
خُسْرٍ (٢) إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا
بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (٣) بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي
الْقُرْاٰنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَاِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْاٰيَاتِ
وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ
السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ
وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَيَا فَوْزَ الْمُسْتَغْفِرِيْنَ
وَيَا نَجَاةَ التَّائِبِيْنَ
Khutbah II
إِنَّ الْحَمْدَ لِلهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَللهم صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدِنِ الصَّادِقِ الْوَعْدِ الْأَمِيْنِ، وَعَلٰى إِخْوَانِهِ النَّبِيِّيْنَ وَالْمُرْسَلِيْنَ، وَارْضَ اللهم عَنْ أُمَّهَاتِ الْمُؤْمِنِيْنَ، وَآلِ الْبَيْتِ الطَّاهِرِيْنَ، وَعَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ، أَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَعَنِ الْأَئِمَّةِ الْمُهْتَدِيْنَ، أَبِيْ حَنِيْفَةَ وَمَالِكٍ وَالشَّافِعِيِّ وَأَحْمَدَ وَعَنِ الْأَوْلِيَاءِ وَالصَّالِحِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ فَاتَّقُوْهُ، وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلٰى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اَللّٰهُمَّ اجْعَلْنَا هُدَاةً مُهْتَدِيْنَ غَيْرَ ضٰالِّيْنَ وَلاَ مُضِلِّيْنَ، اَللّٰهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَاتِنَا وآمِنْ رَّوْعَاتِنَا وَاكْفِنَا مَا أَهَمَّنَا وَقِنَا شَرَّ ما نَتَخوَّفُ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبٰى ويَنْهٰى عَنِ الفَحْشٰاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلٰى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَاتَّقُوْهُ يَجْعَلْ لَكُمْ مِنْ أَمْرِكُمْ مَخْرَجًا، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.
Sumber: Hanapi Bani
Teks Khutbah dapat di download di: Khutbah Jum'at: Mukjizat Mi’raj Tidak Berarti Allah di Atas
Posting Komentar untuk "Khutbah Jum'at: Mukjizat Mi’raj Tidak Berarti Allah di Atas"
Leave your comment